Sosiologi olahraga
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kajian olahraga terhadap ilmu olahraga diawali dengan keterlibatan
sosiologi sebagai salah satu ilmu yang digunakan untuk mengkaji fenomena
keolahragaan. Konsep sosiologi dipaparkan sebagai dasar untuk memahami
konsep-konsep sosiologi olahraga, khususnya berkaitan dengan proses
sosial yang menyebabkan terjadinya dinamika dan perubahan nilai
keolahragaan dari waktu ke waktu. Fenomena olahraga mengalami
perkembangan begitu pesat sampai kedalam seluruh aspek olahraga.
Olahraga tidak hanya dilakukan untuk tujuan kebugaran badan dan
kesehatan, tetapi juga menjangkau aspek politik, ekonomi, sosial,dan
budaya. Oleh karenanya pemecahan masalah dalam olahraga dilakukan dengan
pendekatan inter-disiplin, dan salah satu disiplin ilmu yang
dimanfaatkan adalah sosiologi.
Dari sisi pelaku dan proses sosial yang terbentuk, semakin memantapkan
keyakinan bahwa olahraga merupakan kegiatan yang kecil dan dilakukan
dalam perikehidupan masyarakat, artinya fenomena-fenomena sosial yang
terjadi dalam masyarakat telah tercermin dalam aktivitas olahraga dengan
terdapatnya nilai, norma, pranata, kelompok, lembaga, peranan, status,
dan komunitas.
Sosiologi berupaya mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan
antar individu atau kelompok secara dinamis, sehingga terjadi
perubahan-perubahan sebagai wujud terbentuknya dan terwarisinya tata
nilai dan budaya bagi kesejahteraan pelakunya untuk peningkatan harkat
dan martabat kemanusiaan secara utuh menyeluruh.
B. Tujuan
Sosiologi secara umum sudah dikenal sebagai ilmu yang mempelajari
tentang bagaimana cara bersosialisasi, berinteraksi, dan berhubungan
dalam kehidupan sehari-hari, baik itu dilingkungan keluarga, pergaulan
ataupun dalam masyarakat umum. Namun untuk olahraga, sosiologi sebagai
ilmu terapan yang mengkaji secara khusus.
Oleh karena itu,makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan ilmu
sosiologi yang berdasarkan atas kajian beberapa teori para ahli, yang
dihubungkan dengan olahraga.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Sosiologi
1. Sosial
Sosial dapat berarti kemasyarakatan.
a. struktur sosial - urutan derajat kelas sosial dalam masyarakat mulai dari terendah sampai tertinggi. Contoh: kasta.
b. diferensiasi sosial - suatu sistem kelas sosial dengan sistem linear
atau tanpa membeda-bedakan tinggi-rendahnya kelas sosial itu sendiri.
Contoh: agama.
c. integrasi sosial - pembauran dalam masyarakat, bisa berbentuk asimilasi, akulturasi, kerjasama, maupun akomodasi.
2. Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau
nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah
kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai
teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi
diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
a. Tipe sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda.
contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan
di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang
disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah
terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang
disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu.
Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi
yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut
adalah sebagai berikut.
1) Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang
menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di
sekolah dan pendidikan militer.
2) Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang
bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota
klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah
kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah,
seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan
guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami
proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan
disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga
diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya
sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai
teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak ?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun
hasilnya sangat sulit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya
mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.
b. Proses Sosisalisasi
1) Agen Sosial
Anak belajar berperilaku melalui social learning. Yang termasuk agen
sosial adalah guru, pelatih, teman sejawat, anggota keluarga dan atlet
ternama.
Faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi pria dan wanita dalam olahraga :
• proses untuk memperlakukan anak pria dengan wanita dalam cara yang berbeda.
• Pengaruh langsung dari sikap perlakuan orang tua, termasuk masyarakat luas.
2) Situasi Sosial
Faktor lain yang berpengaruh terhadap partisipasi dalam olahraga dan
keterampilan berolahraga ialah lingkungan fiskal dimana kegiatan bermain
atau berolahraga dilakukan.
3) Karakteristik Personal
Bagaimana persepsi anak tentang kemampuan nya dalam olahraga dianggap
berpengaruh terhadap keterlibatannya dalam kegiatan tersebut.
c. Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia,
Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya
dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self
terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1) Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang
paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu
menang di berbagai lomba.
2) Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak
membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain
selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa
muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu
mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu
memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum
tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila
dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat
ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang
lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3) Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana
seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa
penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada
kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan
penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu
kebenarannya.
3. Sosiologi
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan,
teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini
dipublikasikan dan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul
"Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857).
Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi
dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki
kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari
masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan
mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu,
sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari
hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh
orang lain atau umum.
Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena masyarakat yang dipandang dari
sudut hubungan antar manusia yang terwujud dalam suatu proses sosial
yang didalamnya melibatkan dan memunculkan struktur sosial, nilai,
norma, pranata, peranan, status, individu, kelompok, komunitas, dan
masyarakat, sosiologi telah memberi kontribusi pada disiplin ilmu lain
untuk keperluan praktis dalam mengkaji dan memecahkan masalah yang
muncul. Hasil kajian tersebut digunakan sebagai landasan dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan
disiplin ilmu terkait.
B. Sosiologi Olahraga
Sosiologi olahraga merupakan sosiologi terapan yang dikenakan pada
olahraga, sehingga dapat dikatakan sebagai sosiologi khusus yang
berusaha menaruh perhatian pada permasalahan olahraga. Sebagai ilmu
terapan, sosiologi olahraga merupakan gabungan dari dua disiplin ilmu,
yaitu sosiologi dan olahraga, yang oleh Donald Chu disebut sebagai
perpaduan antara sosiologi dan olahraga.
Sebagai ilmu murni yang bersifat non-etis, teori-teori sosiologi
berpeluang untuk dicercap oleh disiplin ilmu lain, dan sebagai disiplin
ilmu yang relatif baru, olahraga masih menggunakan teori-teori dari
disiplin ilmu lain untuk menyusun teori ataupun hukum-hukum keilmuannya.
Dalam hal ini ilmu olahraga bersifat integratif, yaitu berusaha
menerima dan mengkombinasikan secara selaras keberadaan ilmu lain untuk
mengkaji permsalahan yang dihadapi.
Sosiologi olahraga berupaya membahas perilaku sosial manusia, baik
sebagai individu maupun kelompok, dalam situasi olahraga, artinya, saat
melakukan kegiatan olahraga, pada dasarnya manusia melakukan kegiatan
sosial yang berupa interaksi sosial dengan manusia lainnya.
Dalam berinteraksi ia terikat oleh nilai atau norma yang berlaku pada
komunitas dimana ia berada dan pranata-pranata yang berlaku pada cabang
olahraga yang sedang dilakukan.
Pelanggaran terhadap nilai dan norma atau perilaku yang menyimpang dari
peran yang dimainkannya akan berakibat adanya sangsi, penentuan jenis
sangsi ini ditentutan atas kesepakatan bersama, atau aturan yang telah
dibakukan, kesemuanya itu dilakukan agar aktivitas olahraga yang
dimainkan bisa berjalan secara aman, tertib dan lancar.
Latar belakang munculnya kajian sosiologi olahraga ini dapat dikaji dari
fenomena yang ada dalam dunia keolahragaan, yaitu: pertama ilmu
keolahragaan menggunakan pendekatan inter-disiplin dan cross-disiplin
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, kedua, telah diyakini dan
diakui kebenarannya suatu teori yang menyatakan: “sport is reflect the
social condition” atau “ sport is mirror of society”.
Sebagai disiplin ilmu baru, dan masih dalam proses memperoleh pengakuan
dari komunitas masyarakat ilmuwan, keberadaan olahraga telah berkembang
sedemikian pesat. Kajian terhadapnya dilakukan dalam frekuensi dan
intensitas yang tinggi, baik secara mikro, maupun makro.
1. Secara mikro
kajian ilmu olahraga difokuskan pada upaya-upaya meningkatkan kualitas
dan kuantitas teori dan hukum pendukung ilmu olahraga, sehingga
dihasilkan temuan-temuan yang dapat memperkokoh keberadaan olahraga
sebagai fenomena aktivitas gerak insani yang berbentuk pertandingan
ataupun perlombaan, guna mencapai prestasi yang tinggi. Kajian secara
mikro dilakukan dalam konteks internal keolahragaan, yang secara
epistemologi diarahkan pada proses pemerolehan ilmu yang digunakan
untuk meningkatkan kualitas gerak insani secara lebih efektif dan
efisien.
2. Secara makro
kajian ilmu olahraga diarahkan pada aspek fungsional kegiatan olahraga
bagi siapapun yang terlibat langsung maupun tidak langsung, seperti
pelaku (atlet), penikmat (penonton), pemerintah, pebisnis dan
sebagainya. Pada konteks itu, olahraga dikaji secara aksiologis untuk
mengetahui pengaruh olahraga pada pelakunya sendiri atau khalayak luas,
terutama pengaruh sosial yang mengakibatkan posisi olahraga tidak lagi
dipandang sebagai aktivitas gerak insani an sich, melainkan telah
berkembang secara cepat merambah pada aspek-aspek perikehidupan manusia
secara luas. Olahraga pada era kini telah diakui keberadaan sebagai
suatu fenomena yang tidak lagi steril dari aspek politik, ekonomi,
sosial, dan budaya.
Sehingga tidak berlebihan dikatakan bahwa pemecahan permasalahan dalam
olahraga mutlak diperlukan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu, salah
satunya adalah sosiologi.
Olahraga yang hampir selalu berbentuk permainan yang menarik telah dikaji keberadaan sejak dulu.
• Spencer (1873) menyatakan play as the use of accumulated energy in unused faculties.
• Gross (1898) menyatakan play was role practice for life
• Mc Dougal (1920) menyatakan play was the primitive expression of
instincts. Permainan atau play yang telah diformalkan menjadi game telah
diakui dapat berfungsi sebagai media untuk mempersiapkan anak untuk
berperan sebagai orang dewasa.
• Goerge H. Head (1934) menyatakan games sebagai a medium for the
development of the self, sehingga lebih lanjut dikatakan game the extend
of man.
Beragam kondisi obyektif di masyarakat dapat dijadikan bukti bahwa
olahraga telah merambah pada kehidupan sosial manusia, misalnya: tak ada
satupun media massa yang tidak memuat berita olahraga, bahkan di
Amerika telah diyakini bahwa tanpa berita olahraga, banyak massa media
yang akan bangkrut, karena tidak akan dibaca oleh khalayak.
Suatu pertandingan atau perlombaan olahraga telah menyita perhatian
berjuta manusia sebagai penikmatnya, telah memakan jutaan dolar untuk
penyelenggaraannya, belum lagi tenaga dan waktu yang tersita untuk
melaksanakan atau menikmatinya.
Pengaruh olahraga di masyarakat tidak sekedar penghayatan menang atau
kalah, tetapi lebih luas lagi menyangkut harga diri, kebanggaan,
penyaluran potensi-potensi destruktif, bahkan pada komunitas tertentu,
olahraga telah diakui kesejajarannya dengan agama. Dari paparan
tersebut, olahraga telah diakui sebagai mikrokosmos kehidupan
masyarakat. Upaya pengkajian terhadap masyarakat sebagai whole system
dapat dilakukan dengan mengakaji fenomena olahraga sebagai part
systemnya. Oleh karena itu, memecahkan masalah olahraga merupakan suatu
upaya pendekatan terhadap masyarakat luas, dan ini hanya mampu dilakukan
dengan menggunakan sosiologi sebagai salah satu disiplin ilmu yang
dilibatkan.
C. Bidang Kajian Sosiologi Olahraga
Bidang kajian sosiologi olahraga sangat luas, mengingat hal itu, para
ahli terkait berupaya mencari batasan-batasan bidang kajian yang
relevan, misalnya:
1. Heizemann menyatakan bagian dari teori sosiologi yang dimasukkan dalam ilmu olahraga meliputi:
a. Sistem sosial yang bersangkutan dengan garis-garis sosial dalam
kehidupan bersama, seperti kelompok olahraga, tim, klub dan sebagainya.
b. Masalah figur sosial, seperti figur olahragawan, pembina, yang berkaitan dengan usia, pendidikan, pengalaman dan sebagainya.
2. Plessner dalam studi sosiologi olahraga menekankan pentingnya
perhatian yang harus diarahkan pada pengembangan olahraga dan kehidupan
dalam industri modern dengan mengkaji teori kompensasi.
3. Philips dan Madge menulis buku “Women and Sport” menguraikan tentang
fenomena kewanitaan yang aktif melakukan dipandang daris sudut
sosiologi.
wanita dan olahraga
Partisipasi wanita dalam bidang olahraga sudah dimulai sejak tahun 70 an. Dan perubahan tersebut terjadi dengan cukup drastis.
Ada beberapa alasan yang mengemukakan antara lain adanya perubahan yang
terjadi berkaitan dengan nilai sosial yang terjadi pada masyarakat,
terutama dinegara-negara industri. Perubahan tersebut yakni berkaitan
dengan peningkatan:
1. Kesempatan baru
Kesadaran adanya kesepatan baru yang cukup menantang ini semakin
mengundang kehadiran para remaja putri untuk ikut mengambl bagian dalam
kegiatan olahraga disekolah.
2. Kebijakan pemerintah
perkumpulan olahraga kaumwanita pada tahun 1980. setelah enamtahun
kemudian publikasi yang menyoroti kaum wanita dalam olahraga mulai
banyak diedarkan, Serta banyaknya kebijakan benyak memberikan kesempatan
bagi kaum wanita untuk berpartisipasi aktif dalam olahraga.
3. Aktivitas wanita
Aktivitas wanita muncul karena adanya gagasan bahwa kaum wanita memiliki
kesempatan dan kemampuan yang sama dengan kaum laki-laki memandang
perempuan dari segala tingkat dan kalangan untuk lebih berpartisipasi
dan menunjukan kemampuannya dalam kegiatan olahraga (Fleskin, 1974).
4. Kesehatan dan kebugaran jasmani
Meningkatnya kesadaran kaum perempuan akan pentingnya kesehatah dan
kebugaran jasmani pada pertengahan 70 an mendorong kaum wanita untuk
mengambil bagian dalam aktivitas fisik, termasuk olahraga.
5. Pemberian penghargaan dan publisitas terhadap atlet wanita
Dalam beraktivitas olahraga banyak kita jumpai kaum perempuan yang
diberi penghargaan, apabila meraih prestasi dalam bidang olahraga.
4. G. Magname yang menulis buku “Sosiologie Van de Sport” menguraikan tentang kedudukan olahraga dalam :
a. kehidupan sehari-hari
Olahraga adalah kebutuhan primer manusia, dan harus dijadikan prioritas
dalam kehidupan sehari hari. Olahraga yang effektif adalah olahraga yang
berkeringat sampai pada level zona latihan. Kesibukan kerja selama
lima hari berturut turut sebaiknya diimbangi dengan olahraga pada hari
libur sabtu dan minggu.
Gerak adalah ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak. Apa guna hidup
bila tak mampu bergerak. Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup,
meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup. Oleh
karena itu : Bergeraklah untuk lebih hidup, jangan hanya bergerak karena
masih hidup.
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk
memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak
(meningkatkan kualitas hidup). Seperti halnya makan, Olahraga merupakan
kebutuhan hidup yang sifatnya periodik; artinya Olahraga sebagai alat
untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan.
Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan
jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi
fisiologisnya, stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun
kemampuannya bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul
pada siswa-siswa yang aktif mengikuti kegiatan Penjas-Or dari pada
siswa-siswa yang tidak aktif mengikuti Penjas-Or (Renstrom & Roux
1988, dalam A.S.Watson : Children in Sport dalam Bloomfield,J, Fricker
P.A. and Fitch,K.D., 1992).
b. masalah olahraga rekreasi
1. Olaharaga rekreasi adalah jenis kegiatan olahraga yang dilakukan pada waktu senggang atau waktu-waktu luang.
2. Menurut Kusnadi (2002:4) Pengertian Olahraga Rekreasi adalah olahraga yang dilakukan untuk tujuan rekreasi.
3. Menurut Haryono (19978:10) Olahraga rekreasi adalah kegiatan fisik
yang dilakukan pada waktu senggang berdasarkan keinginan atau kehendak
yang timbul karena memberi kepuasan atau kesenangan.
4. Menurut Herbert Hagg (1994) “Rekreational sport / leisure time sports
are formd of physical activity in leisure under a time perspective. It
comprises sport after work, on weekends, in vacations, in retirement, or
during periods of (unfortunate) unemployment”.
5. Menurut Nurlan Kusmaedi (2002:4) olahraga rekreasi adalah kegiatan olahraga yang ditujukan untuk rekreasi atau wisata.
6. Menurut Aip Syaifuddin (Belajar aktif Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan SMP, Jakarta, Grasindo.1990) Olahraga rekreasi adalah jenis
kegiatan olahraga yang dilakukan pada waktu senggang atau waktu-waktu
luang.
7. Pengertian rekreasi olahraga suatu kegiatan ynag menyenangkan yang mengandung unsur gerak positif.
8. Rekreasi Olahraga adalah aktivitas indoor maupun outdoor yang
didominasi unsur-unsur olahraga (gerak) sehingga dapat menyenangkan
Sasaran rekreasi olahraga yaitu semua kalangan masyarakat, olahraga
sesuai dengan usia contoh hiking dilakukan oleh anak usia dewasa bukan
dilakukan untuk anak kecil. Dan untuk anak kecil dapat disesuaikan
dengan gerak yang dibutuhkan usia anak kecil.
c. masalah juara
d. hubungan antara olahraga dan kebudayaan.
5. John C. Phillips dalam bukunya yang berjudul Sociology of Sport
mengkaji tema-tema yang berhubungan dengan :
a. Olahraga dan kebudayaan
Manfaat transformasi olahraga dan kebudayaan antara lain: Mendukung
program masyarakat sehat, mempererat ikatan sosial masyarakat, menjaga
identitas budaya bangsa, kebanggaan kolektif bangsa, daya tarik
pariwisata dan mendukung terciptanya masyarakat sejahtera. Transformasi
Olahraga tradisional bertujuan untuk mengawali restorasi budaya
Indonesia sehingga perlahan memperkokoh jati diri bangsa yang seakan
pudar.
b. Pertumbuhan dan rasionalisasi dalam olahraga (merujuk pada kesesuaian
dengan akal sehat, dan dapat dinalar sesuai dengan kemampuan otak )
c. Pengaruh olahraga terhadap pelakunya ( efek samping dari olahraga terhadap kehidupan sehari-hari )
d. Olahraga dalam lembaga pendidikan
e. Wanita dalam olahraga,( Partisipasi wanita dalam bidang olahraga
berkaitan dengan nilai sosial yang terjadi pada masyarakat dipandang
dari Kesempatan baru, Aktivitas wanita, Kesehatan dan kebugaran jasmani
serta Pemberian penghargaan dan publisitas terhadap atlet wanita.
f. Bisnis olahraga (menjadikan kemampuan sebagai bisnis dalam olahraga ).
6. Abdul Kadir Ateng menawarkan pokok kajian sosiologi olahraga yang
meliputi pranata sosial, seperti sekolah, dan proses sosial seperti
perkembangan status sosial atau prestise dalam kelompok dan masyarakat.
Berikut ini contoh-contoh sosiologi olahraga yang dinyatakan oleh Abdul Kadir Ateng:
a. Pelepasan emosi (dengan cara yang dapat diterima masyarakat).
Pengaruh-pengaruh negatif dari emosi dalam kegiatan olahraga, antara lain:
1) Gelisah
Gelisah adalah gejala takut atau dapat pula dikatakan taraf takut yang
masih ringan.Biasanya rasa gelisah ini terjadi pada saat menjelang
pertanndingan akan dimulai. Rasa gelisah akan timbul apabila seseorang
itu belum mengalami sendiri apa yang akan dilakukan ataupun adanya
persaan sentimen, kebingngan atau ketidak pastian. Rasa gelisah akan
dapat berubah menggembirakan manakala penyebab datanngnya rasa gelisah
(pertandingan akan dimulai) tertunda pelaksanaanya.
Cara yang baik untuk menghindari atau mengurangi timbulnya kegelisahan
adalah dengan jalan merasionalisasikan emosi, yaitu segala hal yang
negatif dianggap positif. Hal-hal demikian dapat dilatih, yaitu dengan
membiasakan untuk:
(a) Merumuskan persoalan-persoalan yang sebenarnya merupakan sebab timbulnya kegelisahan secara jelas.
(b) Memperhitungkan segala kemungkinan akibat yang terjadi dari yang paling ringan sampai yang terburuk.
(c) Membuat persiapan untuk menghapadapi setiap kemungkinan yang
biasanya terjadi dengan segala rumus pemecahannya yang dapat dilakukan
baik oleh diri sendiri maupun dengan bantuan orang lain.
(d) Menghadapi persoalan-persoalan dengan rasa siap dan tabah serta percaya pada kemampuan diri sendiri.
Dengan cara –cara tersebut dapat diharapkan kegelisahan yang menjangkiti
para olahragawan sedikit demi sedikit dapat dikurangi atau bahkan dapat
dihindarkan.
2) Takut
Hampir semua orang mempunyai pengalaman-penaglaman yang menakutkan .
Takut biasanya berakar pada pengalaman sebelumnya atau pada masa-masa
lampau yang pengaruhnya terhadap tingkah laku dan kepribadian seseorang
akan berbekas sepanjang hidup.Takut banyak macamnya, misalnya takut pada
binatang, takut sendirian, takut jika berada di depan orang banyak,
takut akan timbulnya cidera dan sebagainya. Kegelisahan yang
menjangkiti para atlet dapat berubah menjadi ketakutan apabila tidak
mendapat penyelesaian yang sebaik-baiknya.Rasa takut dapat memberi
pengaruh yang negatif atau yang positif terhadap perkembanagan
kepribadian seseorang. Dalam batas-batas yang normal rasa takut akan
memberi pengaruh yang positif, karena dengan rasa takut tadi, orang akan
lebih berhati-hati terahadap apa yang mereka takuti,misalnya saja dia
jadi lebih siap atau sebaliknya mungkin dia lebih menghindari.
Rasa takut lebih baik jangan dimatikan sama sekali,tetapi dikendalaikan.
Misalnya seorang atlit yang tidak memiliki ketakuatan terhadap
kekalahan dalam pertandingan yang akan diikuti.Ia akan berbuat apa yang
dikehendakinya, akhirnya ia akan terseret oleh perasaan ” kalah ya
biar”.
Usaha yang kira-kira dirasa terlalu berat untuk meraih keunggulan
nilai,cenderung untuk tidak dilaksanakan , karena dianggap terlalu
menghabiskan tenaga di samping juga sikap berhati-hati menjadi
berkurang. Konsentrasi menjadi buyar dan usaha-usaha untuk mencari
kelemahan-kelemahan lawan tidak ada lagi.
Rasa takut juga tidak boleh ditanamkan sehingga menyebabkan orang sama
sekali tidak berani mengambil resiko, akhirnya orang tersebut terlalu
banyak perhitungan yang kadang-kadang tidak diperlukan. Akibatnya orang
tersebut tidak pernah mau mencoba dan berusaha untuk mengatasi ketakutan
yang timbul.
Pada kehidupan sehari-hari, rasa takut ini banyak ditimbulkan oleh
orang-orang yang justru lebih dewasa, menakut-nakuti anaknya supaya
tunduk kepada kehendak oerang yang sudah dewasa tersebut.Kadang-kadang
orang tua yang tidak mau sulit-sulit lebih cenderung untuk
menakut-nakuti anaknya.Karena anak yang takut lebih mudah dikuasai
sesuai dengan tujuan orang yang menakut-nakuti tersebut.Meskipun pada
mulanya menakut-nakuti itu hanya bertujuan agar si anak tunduk kepada
perintah orang tua saja,tetapi kalau terlanjur sulit untuk disembuhkan,
sehingga perkembangan si anak itu sendiri akan terganggu.
Yang paling baik adalah kalau takut itu dikendalikan, artinya tidak
ditanamkan , tetapi juga tidak dihilangkan sama sekali. Hal ini memang
sulit sampai berapa jauh takut itu harus dikendalikan, karena kalau
salah akan menjadi hoby.
Dalam dunia olahraga, rasa takut kalah di dalam batas-batas normal
adalah baik, karena dengan demikian seseorang akan mempersiapkan diri
untuk menghindari kekalahan.Melatih diri, berusaha mencari
kelemahan-kelemahan lawan, penghematan tenaga/penghematan penghamburan
tenaga yang tidak perlu dan sebagainya.Jadi jangan sekali-kali
mengartikan pengendalian rasa takut sama dengan menanamkan rasa takut.
Menurut beberapa pendapat yang dikumpulkan oleh Reuben B.Frost dari
Springfield College mengenai bagaimana harus menangani masalah takut
ini, antara lain diajukan beberapa pendapat sebagai berikut:
(a) Mencoba menemukan dan memahami sebab-sebab terjadinya rasa takut.
(b) Mendekati dan mengenali situasi yang ditakuti secara sedikit demi sedikit.
(c) Mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang ditakuti dengan membuat perencanaan yang pasti dan taktik yang tepat guna.
(d) Menguji dan menganalisis alasan-alasan menngapa sampai terjadi ketakutan-ketakutan.
(e) Menolong mencarikan sebab-sebab timbulnya kesulitan-kesulitan yanng
ditakuti (adakah pengaruh kecelakaan yang dulu atau memang belum
mengenal problemnya).
(f) Menanamkan keakraban antar anggota group dan rasa saling percaya antar anggota (berdiskusi secara bersama-sama).
(g) Memberikan sugesti bahwa orang-orang yang banyak pengalaman selalu memberikan pertolongan kepada yang muda-muda.
(h) Meningkatkan kekuatan dan keterampilan (skill).
(i) Kerjakan sesuatu yang dapat menghilangkan rasa takut.
Kebanyakan rasa takut akan lenyap pada waktu kegiatan-kegiatan yang ditakutkan itu telah dilakukan.
3) Marah
Marah dapat dikatakan sebagai reaksi kuat atas sesuatu yang tidak
menyenangkan dan mengganggu pada seseorang. Ragamnya mulai dari
kejengkelan yang ringan sampai angkara murka dan mengamuk.
Ketika itu terjadi maka detak debar jantung semakin cepat, tekanan darah
dan aliran adrenalin juga meningkat. Kalau sudah begini bisa-bisa
perubahan psikologis akan menyebabkan timbulnya reaksi agresif dan
pelakuan kasar dari sang pemarah.
Walau bersifat alami dan normal namun marah tidak timbul dengan
sendirinya Ia merupakan respon dari seseorang ketika mendapat ancaman,
hal yang membahayakan, kekerasan verbal, perlakuan tidak adil,
kebohongan dan manipulasi oleh orang lain. Dengan kata lain marah timbul
karena batas-batas emosi yang dimiliki telah terganggu atau terancam.
Secara internal, marah bisa terjadi ketika menghadapi masalah-masalah
pribasi, mengingat peristiwa yang sangat mengganggu pikiran, kekecewaan
pada situasi lingkungan, kurang percaya diri,dsb. Sementara secara
eksternal, marah bisa timbul karena,hak-hak pribadinya diperlakukan
tidak adil dan mendapat ancaman.
Karena sifat marah memerlukan spontanitas dan ditujukan dalam
bentuk-bentuk agresifitas, maka jalan paling baik kalau atlit-atlit
tersebut dapat menghambat spontanitas dan mengurangi bentuk-bentuk
agresifitasnya, artinya menaggapi kemarahan itu dengan usaha-usaha yang
positif. Kalau olahraga yang dapat time-out lebih baik diambil time out
dulu agar spontanitas kemarahan itu tertunda pelaksanaannya.
Meskipun hanya beberapa detik, biasanya sudah cukup untuk mengurangi
derajat kemarahan.Kadang-kadang seseorang yang marah dapat mengurangi
kemarahannyadengan mengambil nafas dalam-dalam-dalam beberapa kali
dengan menghitung sampai beberapa puluh atau menghadapi kemarahan itu
dengan senyuman,dan masih banyak lagi jalan yang ditempuh untuk
mengurangi kemarahan tersebut.
Dalam pertandingan –pertandingan adalah sukar untuk dapat menghilangkan
sumber dari kemarahan, sebab dalam dunia olahraga memancing kemarahan
lawan adalah disengaja dengan harapan kalau lawan itu sudah tidak sadar
lagi akibatnya dia ingin tetap bermain keras yang dapat mengakibatkan
banyaknya energi yang dikeluarkan sehingga pada suatu saat dia akan
kehabisan tenaga dan akan mudah dikalahkan.
Hal-hal seperti tersebut di atas harus disadari,dimengerti dan dikenali
oleh para olahragawan, jangan sampai dia terpancing oleh siasat lawan
untuk menjadi marah.Ingat marah memang dapat menimbulkan tenaga yang
luar biasa,tetapi jangan sampai mengakibatkan hilangnya pertimbangan
akal dalam menyalurkan timbulnya tenaga tersebut.Memanfaatkan tenaga
tambahan itu, untuk usaha-usaha yang produktif. Untuk mengurangi
akibat-akibat negatif yang dapat ditimbulkan oleh kemarahan perlu dicari
bagaimana cara merendahkan kemarahan yang terjadi. Hal ini dapat
diusahakan dengan cara:
(a) Menghambat spontannitas tindak kemarahan.
(b) Mengurangi agresifitas tindakan.
(c) Menanggapi kemaran dengan usaha-usaha yang positif.
(d) Melupakan atau menghilangkan / menghindari sumber kemarahan.
b. Pembentukan pribadi (mengembangkan identitas diri)
Keprihatinan terhadap fenomena degradasi moral dan karakter bangsa makin
terasa akut dari masa ke masa Di kalangan masyarakat makin mewabah
patologi sosial dan penyalahartian praktik kehidupan demokrasi dengan
kebebasan tanpa aturan. Selain itu juga ada perkembangan sentimen
kedaerahan dan kesu-kubangsaan yang makin meluncurkan semangat
nasionalisme, maraknya kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia,
terhadinya degradasi lingkungan, radikalisme atas nama puritanisme dan
otensitas agama.
Banyak kalangan berpandangan bahwa problem multidimensional ini harus
dipikul oleh institusi pendidikan. Berbeda dengan peran pendidikan di
negara-negara maju yang lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan,
pendidikan di Indonesia memikul beban ganda. Beban ganda itu ialah tidak
saja transformasi pengetahuan, tetapi ditambah lagi dengan en-kulturasi
berbagai bidang kehidupan, termasuk pembentukan karakter dan
kepribadian dalam kerangka nation and character building.
Sayangnya, meski secara konseptual pokok pikiran ini relatif lebih mudah
dirumuskan, tetapi praktiknya sungguh rumit. Anatominya meliputi
horizon yang amat luas ada perilaku moral, nilai moral, karakter, emosi,
logika moral, dan penggalian identitas. Moral karakter berhubungan erat
dengan perilaku dan nilai-nilai yang dapat didefinisikan sebagai sikap
yang konsisten untuk merespons situasi melalui ciri-ciri seperti
kebaikan hati, kejujuran, sportivi-tas, tanggung jawab, dan penghargaan
kepada orang lain (Lickona. 1997).
Bagaimana membudayakan perilaku dan nilai-nilai tersebut? Dalam tulisan
ini dideskripsikan bahwa melalui pendidikan olahraga, yang selama ini
banyak dipandang sebelah mata, temya-ta banyak nilai perilaku yang
secara riil dapat diwujudkan apabila direncanakan secara sistematis.
1) Nilai Dasar
Dalam kehidupan sehari-hari olahraga sering disikapi sebagai media
hiburan, pengisi waktu luang, senam, rekreasi, kegiatan sosialisasi, dan
meningkatkan derajat kesehatan. Secara fisik olahraga memang terbukti
dapat mengurangi risiko terserang penyakit, meningkatkan kebugaran,
memperkuat tulang, mengatur berat badan, dan mengembangkan keterampilan.
Sayangnya, nilai-nilai yang lebih penting dalam konteks pendidikan dan
psikologi, yaitu pembentukan karakter dan kepribadian, masih kurang
disadari.
Kepribadian, sosialisasi, dan pendidikan kesehatan, serta
kewarganegaraan hakikatnya adalah agenda penting dalam proses
pendidikan. Sebagaimana pentingnya membaca, menulis, dan berhitung, saat
ini perlu ditambahkan lagi dengan respect and responsibility Mengapa?
Sebab, sesungguhnya dalam perspektif sejarah sudah sejak lama pendidikan
jasmani dan olahraga dijadikan andalan sebagai wahana yang efektif
untuk pembentukan watak, karakter, dan kepribadian. Bahkan pem-bentukan
sifat kepemimpinan seseorang dapat dicapai melalui media ini.
Dalam ruang lingkup kehidupan masyarakat, orang tua mengharapkan
generasi baru memahami norma salah-benar, kearifan dalam hidup
bermasyarakat, memiliki sikap sportif, disiplin, serta taat asas dalam
tata pergaulan. Hidup bersama melalui aktivitas olahraga bagi anak-anak
dapat memberi pelajaran bahwa permainan dengan tata aturan tertentu
dapat menguntungkan semua pihak dan mencegah konflik perbedaan
pandangan. Anak-anak juga dapat belajar bersosialisasi melalui
permainan-permainan, yang sayangnya fasilitas seperti ini nyaris luput
dari perhatian layanan publik.
Padahal melalui aktivitas seperti ini, mereka yang memiliki minat
sejenis dapat berbagi pengalaman dalam common ground yang dapat
ditransformasikan melalui komunikasi dan interaksi yang kohesif.Peran
olahraga kian penting dan strategis dalam konteks pengembangan kualitas
SDM yang sehat, mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki sifat
kompetitif yang tinggi.
Selain itu juga penting dalam pengembangan identitas, nasionalisme, dan
kemandirian bangsa. Olahraga yang dikelola secara professional akan
mampu mengangkat martabat bangsa dalam percaturan internasional.
Sejarah telah mencatat bahwa olahraga dapat menjadi media pendidikan
atau menjadi ikon bisnis dan industri yang prospektif. Olahraga secara
potensial dan aktual dapat men-jadi rujukan yang efektif bagi
pembentukan watak kepribadian dan karakter masyarakat.
2) Fair Play
Olahraga dengan segala aspek dan dimensinya, lebih-lebih yang mengandung
unsur pertandingan dan kompetisi, harus disertai dengan sikap dan
perilaku berdasarkan kesadaran moral. Implementasi pertandingan tidak
terbatas pada ketentuan yang tersurat, tetapi juga kesanggupan mental
menggunakan akal sehat. Kepatutan tindakan itu bersumber dari hati
nurani yang disebut dengan istilah fair play.
Dalam dua tahun terakhir, model kompetisi yang dijiwai fair play telah
diimplementasikan pada kompetisi nasional dalam forum Olimpiade Olahraga
Sekolah Nasional (O2SN) dan forum internasional, yaitu ASEAN Primary
School Sport Olympiade (APSSO). Hasilnya sungguh menggembirakan karena
penerapan tersebut berimplikasi pada perilaku peserta kompetisi yang
lebih mencerminkan jiwa sportivitas, kejujuran, persahabatan, rasa
hormat, dan tanggung jawab dengan segala dimensinya.
Dalam kode fair play terkandung makna bahwa setiap penyelenggaraan
olahraga harus dijiwai oleh semangat kejujuran dan tunduk pada tata
aturan, baik yang tersurat maupun tersirat Setiap pertandingan harus
menjunjung tinggi sportivitas, menghormati keputusan wa-sit/juri, serta
menghargai lawan, baik saat bertanding maupun di luar arena
pertandingan.Kemenangan dalam suatu pertandingan, meski penting, tetapi
ada yang lebih penting lagi, yaitu menampilkan keterampilan terbaik
dengan semangat persahabatan Lawan bertanding sejatinya adalah juga
kawan bermain.Tidaklah diragukan bahwa pendidikan olahraga adalah wahana
yang sangat ampuh bagi persemaian karakter dan kepribadian anak bangsa
apabila dikembangkan secara sistematis.
Olahraga mengandung dimensi nilai dan perilaku positif yang multidimensional.
Pertama, sikap sportif, kejujuran, menghargai teman dan saling mendukung, membantu dan penuh semangat kompetitif.
Kedua, sikap kerja sama, team work, saling percaya, berbagi, saling
ketergantungan, dan kecakapan membuat keputusan bertindak. Ketiga, sikap
dan watak yang senantiasa optimistis, antusias, partisipasi!", gembira,
dan humoris. Keempat, pengembangan individu yang kreatif, penuh
inisiatif, kepemimpinan, determinasi, kerja keras, kepercayaan diri,
kebebasan bertindak, dan kepuasan diri.
c. Kontrol sosial (penyerasian dan kemampuan prediksi)
Kata kontrol sosial berasal dari kata ‘Social control’ atau sistem
pengendalian sosial dalam percakapan sehari-hari diartikan sebagai
pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan, khususnya
pemerintah beserta aparatnya.
Soekanto (1990), menjelaskan bahwa arti sesungguhnya dari pengendalian
sosial jauh lebih luas. Dalam pengertian pengendalian sosial tercakup
segala proses (direncanakan/tidak), bersifat mendidik, mengajak atau
bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai
sosial yang berlaku.
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pengendalian sosial adalah
suatu tindakan seseorang/kelompok yang dilakukan melalui proses
terencana maupun tidak dengan tujuan untuk mendidik, mengajak
(paksaan/tidak) untuk mematuhi kaidah dan nilai sosial tertentu yang
dianggap benar pada saat itu.
Selain itu perlu diketahui pula bahwa tindakan pengendalian sosial dapat
dilakukan antara (1) individu (i) terhadap individu lain, (2) individu
terhadap kelompok (k), (3)kelompok terhadap kelompok, dan (4)kelompok
terhadap individu.
d. Sosialisasi (membangun perilaku dan nilai-nilai bersama yang sesuai)
e. Perubahan sosial
• Interaksi sosial : berhubungan / berinteraksi melalui pembicaraan,
perkumpulan, pergaulan, baik dalam organisasi dan masyarakat.
• Asimilasi (sosial) : bercampurnya 2 kebudayaan dalam masyarakat
setempat (contoh : dalam satu negara atau dalam satu keluarga, sehingga
tercipta suatu budaya baru.
• Gerak sosial (Mobilitas sosial) adalah Proses perpindahan posisi atau
status sosial yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
struktur sosial masyarakat inilah yang disebut gerak sosial atau
mobilitas sosial (social mobility).
f. Kesadaran (pola tingkah laku yang benar)
g. Keberhasilan (cara pencapaian dengan turut aktif atau sebagai penikmat)
Dalam bidang penelitian, sosiologi olahraga membuka peluang bagi
pengkajian topik yang berkenaan dengan pranata sosial seperti sekolah
dan kehidupan politik, stratifikasi sosial, penonton dan motivnya,
sosialisasi, etika bertanding, dan masih banyak lagi. Beberapa isu pokok
yang dicoba angkat adalah masalah hubungan individu dan kelompok dalam
olahraga yang berkaitan dengan peranan dan isu gender, masalah ras,
agama, nilai, norma, aspek politik, ekonomi, dan rasionalisasi kegiatan
olahraga di negara maju.
BAB III
KESIMPULAN
Olahraga sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak pihak telah
disikapi secara dinamis dari pemahaman terhadap yang dianggap sebagai
aktivitas primitive untuk mempertahankan hidup berubah menjadi proses
sosial yang menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan
bekerja sama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma,
dan pranata lembaga. Kajian sosiologis yang berkaitan dengan kelompok
sosial dapat dikenakan pada olahraga berdasarkan pada beberapa hal yakni
situasi kondisi dan struktur, serta fungsi kelompok olahraga. Sarat
dengan situasi dan kondisi yang kental akan persaingan dan tata aturan
yang relative ketat sehingga tercipta rasa senang, santai, dan gembira.
Berangkat dari paparan diatas, bentuk interaksi sosial dapat berupa
kerja.
sama, persaingan dan pertikaian, sehingga membutuhkan penyelesaian
sementara waktu, menyadari keterkaitan dan keterikatannya dengan
individu lain. Manusia membentuk kelompok sosial untuk memecahkan
masalah hidupnya dengan mengunakan pendekatan ilmu sosiologi. Olahraga
telah diapresiasikn sedemikian tinggi sebagai media untuk menunjukkan
hegemoni, sehingga untuk menyelenggarakan,dan menciptakan para
pelakunya, telah diupayakan berbagai pendekatan dengan melibatkan
berbagai disiplin ilmu, yang disebut pendekatan interdisiplin adalah
pendekatan yang didasarkan pada pengetahuan dari ilmu psikologi,
sosiologi, anatomi, dan fisiologi. Sedangkan pendekatan crosdisiplin
adalah pendekatan yang difokuskan pada ilmu motor learning, psikologi
olahraga, dan sosiologi olahraga.
DAFTAR PUSTAKA
Sapto Adi Dan Mu’arifin (2007)“Sosiologi Olahraga”Upt Perpus Um, Malang
Bouman, P.J. (1976) Sosiologi, Pengertian Dan Masalah. Yogyakarta, Penerbit Yayasan Kanisius.
Early Socialization” Wiggins, Wiggins & Zanden, 1994
H.Gunawan, Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi Tentang Berbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hartoto. 2008. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online (Http://Www.Fatamorghana. Wordpress.Com, Diakses 20 Maret 2008).
Ahmad Tanwir 2010. Olahraga Dan Penguasaan Diri